“Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bagus ahlaknya dan yang paling mengasihi para keluarganya” (Hadis sahih)
Pemilihan presiden dan calon presiden tinggal satu semester. Menanggapi hal itu, bermunculan respon dari masyarakat yang berwarna-warni. Terlebih di media sosial. Ujaran kebencian diutarakan secara bebas dan berita bohong pun bertebaran luas. Menunjukkan menurunnya moral umat di era modern ini.
Mengutip hadis tersebut, KH. Amir Burhan, Blitar, mengajak para jamaah untuk menjaga ahlak terhadap orang lain. Baik di kehidupan nyata maupun di dunia maya. “Semua harus menjaga ahlaknya,” ajak beliau.
Bukan Karena Ibadah, Karena Ahlaknya
Dari sebuah kalam seorang sahabat, Kiai Amir menyampaikan bahwa seorang hamba bisa menempati derajat yang tinggi karena kemuliaan ahlaknya. “Meskipun ibadahnya biasa-biasa saja,” tambahnya. Dan sebaliknya, derajat seseorang dapat menempati posisi neraka paling bawah lantaran ahlaknya yang buruk, meskipun ia adalah seorang ahli ibadah. “Pahala seseorang bisa habis karena suka mencaci orang lain”, tegas mubaligh yang juga alumni Pondok Pesantren An-Nur II ini.
Perihal saling ejek yang dilakukan oleh pendukung kedua pihak capres-cawapres di media sosial, beliau mengajak para jamaah untuk tidak terlibat. “Kita harus menjaga ahlak dan saling memaafkan,” ujarnya.
Kebaikan ahlak seseorang, lanjut beliau, dapat dilihat dari perlakuan kita terhadap orang lain. Kalau seseorang memperlakukan orang lain seperti memperlakukan diri sendiri, maka sempurnalah iman sesorang itu. Dan begitu pula sebaliknya.
Menjaga Lisan, Menjaga Iman
Salah satu cara menjaga ahlak adalah dengan menjaga lisan. Mengutip sebuah hadis sahih, kiai Amir menuturkan bahwa “Kita harus berbicara yang baik, kalau tidak bisa, lebih baik diam,” jelas beliau. Ditambah kutipan hadis yang lain, beliau menambahi, “Orang yang diam itu lebih selamat.”
Pernah menjadi panitia Ahad Legi sewaktu nyantri, beliau menutup mauidloh hasanahnya dengan sebuah harapan. “Semoga kita bisa menjaga iman hingga meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah.”
(MFIH)
Leave a Reply