Beliau berkata perlahan dengan mata yang berkaca-kaca. “Saya juga merasa kehilangan,” ucapnya pada Pengajian Rutin Ahad Legi yang dilaksanakan secara istimewa, karena bersamaan dengan peringatan Haul ke-3 Almaghfurlah KH. M. Badruddin Anwar. Beliau adalah teman dekat Kiai Badruddin, Prof. Dr. KH. Ahmad Mujayyid yang berkesempatan menyampaikan mauidlah khasanah. Hubungan Kiai Badruddin dengan Kiai Mujayyid begitu dekat. “Kiai Badruddin itu sudah seperti saudara saya sendiri,” ucap beliau.
Pada peringatan Haul ke-3 ini, Kiai Mujayyid mengingatkan para jamaah yang hadir untuk memperkuat kekuatan batin. Jelas beliau, karena secara hakiki kehidupan sebenarnya adalah ruh. “Hidup mengandalkan otak, akan tertipu,” ujar beliau memperjelas. Mengutip sebuah ayat Al-Quran, beliau menyampaikan bahwa Allah hanya menurunkan ilmu di dunia ini sedikit sekali.
Beliau menganalogikan antara batin dan badan seperti kendaraan dengan mesin. Jasad manusia seperti bodi mobil membawa mesin. Sehingga ketika ada halangan di jalan, mobil tidak bisa melanjutkan perjalanan. Berbeda dengan pesawat, bukan bodi membawa mesin melainkan mesin yang membawa badan. Sehingga halangan-halangan di jalan akan dengan mudah dapat dilewati. Menurut Kiai Mujayyid, seperti itu lah pengandaian manusia yang mengandalkan batin, ruh, dari pada otak.
Penganologian yang lain, da’i asal Malang itu menyebutkan seperti perbedaan antara seorang profesor dengan seorang kiai. Profesor adalah sebuah profesi yang mengandalkan otak. Sedang, sebagaimana dijelaskan di awal, sesungguhnnya Allah hanya menurunkan ilmu di dunia ini sedikit sekali. Tentu ini berbeda dengan seorang ulama yang mempunyai kekuatan batin yang kuat. “Yang diandalkan profesor ini (sambil menunjuk kepala), kalau kiai yang diandalkan ini (sambil menunjuk dada),” terang beliau.
Dari penganologian di atas, Kiai Mujayyid mengimbau kita untuk lebih mengandalkan kekuatan batin dari pada kekuatan jasad atau fisik. Beliau menyebutkan, kebanyakan dari kita masih “jasad membawa ruh.” Artinya masih mengandalkan akal pikiran. Maka yang seharusnya adalah “ruh membawa jasad,” yaitu mengandalkan kekuatan batin.
Kiai Mujayyid menyebutkan bahwa KH. M. Badruddin Anwar adalah seorang pribadi yang mempunyai kekuatan batin yang sangat besar. “Dengan didukung keimanan yang kuat beliau mempunyai makam (tingkatan) yang tinggi,” ujar beliau di depan para santri dan jamaah yang hadir. Hal itu ditunjukkan dengan berdirinya Pondok Pesantren An-Nur II. Karena, “Satu-satunya lembaga pendidikan yang memperkuat kekuatan batin itu hanya pondok pesantren,” terang beliau.
Dan cara untuk memperkuat batin adalah dengan melaksanakan ibadah wajib dengan sunnah secara istikamah. Dr. KH. Fathul Bari, dalam sambutan beliau, menyampaikan bahwa hal yang paling mudah diingat dari sosok Kiai Badruddin adalah istikamah salat berjamaah. Beliau menambahi bahwa satu keistikamahan lebih baik nilainya dari pada seribu karamah.
Kiai Mujayyid melanjutkan bahwa keistikamahan dalam mengamalkan ibadah wajib dan sunnah tersebut tidak boleh disertai dengan kemaksiatan. Karena, “Maksiat itu membuat setrum kekuatan batin itu bocor,” ucap beliau di akhir pembahasan.
(MFIH/Mediatech An-Nur II)
Leave a Reply